Dalam suatu acara makan pagi, seorang pemuda menyampaikan keinginan hatinya, “Pa, saya mau menikah!”. Sambil sesekali mengelap mulutnya, ayahnya menatap anaknya. “Kamu serius!”. Anggukan kepala cukup meyakinkan kesungguhannya. “Apakah kamu sungguh-sungguh mencintainya?”. Sekali lagi pemuda itu mengangguk, “Saya sangat mencintainya pa!”. Papanya terdiam sejenak. “Bagaimana kamu tahu kalau kau sungguh mencintainya, nak?”. Dengan penuh keyakinan pemuda ini menceritakan kepada papanya. “Pa, kemarin saya apel ke rumah pacar saya. Pada waktu saya ngobrol dengan pacar saya, tidak sengaja saya menginjak anjingnya yang duduk di bawah saya. Saya digigit!” “Lantas, apa hubungannya dengan cinta?”, potong ayahnya. “Pa, ketika saya dekat dengan pacar saya, saya tidak merasakan kesakitan apapun, meskipun kaki saya berdarah”.
Untuk mengerti tentang cinta, tanyakanlah pada sepasang muda-mudi yang sedang kasmaran. Meski berjalan diterik matahari, mereka bilang seperti berjalan di mall ber-AC. Tidak bertemu sehari dibilang seperti setahun rasanya. Pantaslah sebuah nyanyian campursari menggambarkan cinta itu seperti “Wong yen lagi gandrung, rak peduli mbledhose gunung” (Orang yang sedang jatuh cinta, tidak peduli letusan gunung berapi). Benarlah bahwa sandiwara yang paling lucu adalah permainan sepasang insan yang sedang ‘gandrung’. Ketiak bau dibilang wangi, masakan asin dirasakan enak tenan, wajah penuh jerawat dilihatnya mulus, gembrot dibilang langsing, berjam-jam apel dikira sebentar sehingga Masa menempatkannya sebagai perkara yang sulit dimengerti dan mengherankan.
Juga tanyakanlah pada seorang anak yang merasa nyaman dalam dekapan ibunya. Meski hujan deras menghempas, bersambar-sambaran bunyi petir dikawal kilat, ía terlelap tidur dalam gendongan ibunya. Tanyakan juga pada orangtua yang semalaman menunggui anaknya sakit. Sementara orang sedang dibuai oleh mimpi, mereka tetap terjaga sekalipun rasa kantuk dan kelelahan menggodanya untuk tidur. Pendek kata, cinta adalah kekuatan yang sanggup meluruskan watak yang bengkok, kekuatan yang mengubah si kikir menjadi pemurah, si pengecut menjadi pemberani; kekuatan yang memberi daya untuk bertahan mengatasi kesulitan, rasa sakit, tantangan atau penderitaan hidup; serta kekuatan yang mampu memperlihatkan pengaruh-pengaruh yang nyata dari orang yang dicintainya; kekuatan yang menghadirkan kehidupan, keagungan, kemesraan, keindahan, keanggunan dan kerinduan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar